Jumat, 26 Maret 2010

Pornografi dalam tiga perspektif berbeda; agama, budaya dan bangsa

Pornografi, tampaknya selalu menjadi diskursus yang tak pernah ada habisnya. Karena begitu menarik tiap kali membahasnya. Penafsiran akan istilah tersebut pun masih terus menjadi perdebatan diantara kita. Apalagi jika pornografi ditinjau dari sudut pandang yang beraneka, seperti agama, budaya, dan bangsa.


Pertama jika ditinjau dari perspektif agama, pornografi merupakan hal yang diharamkan keberadaannya. Karena dinilai sebagai hal yang dapat merusak moral manusia. Didalamnya mengandung nilai-nilai asusila. Yang dapat mengganggu kehidupan para pemeluk agama. Tidak hanya dalam hubungan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga dalam menjalin hubungan terhadap sesama.

Hal tersebut yang menjadikan pornografi dilarang oleh agama. Karena dinilai lebih banyak mengandung kemudharatan daripada kemaslahatannya. Tidak hanya pornografi, sebagai sebuah ide, yang dicekal oleh agama. Tetapi juga “aksiden” dari ide tersebut (pornoaksi) pun dilarang dan bahkan dikenakan sanksi bagi pelanggarnya, yaitu berupa dosa. Serta ancaman dicoret namanya dalam daftar para penghuni surga dan direkomendasikan untuk menempati neraka.


Kedua, pornografi dalam kacamata kebudayaan merupakan sebuah ide dari hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Sehingga keberadaanya masih dapat dipertanggung-jawabkan secara moral dan susila. Sebagai sebuah ide, pornografi dapat berupa nilai seni dari manusia berbudaya. Yang didalamnya sarat mengandung nilai-nilai estetika. Terlebih lagi jika keindahan dipandang sebagai sebuah mahakarya. Yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta kepada alam semesta.

Dari kerangka berpikir demikian maka dapat dikatakan bahwa pornografi bagian dari realita. Yang sulit untuk dilarang maupun diharamkan keberadaannya. Justru harus diterima dengan lapang dada dan dengan sudut pandang yang berbeda. Sehingga membuka cakrawala pengetahuan kita seluasnya.


Ketiga adalah penilaian dalam konteks berbangsa. Indonesia sebagai sebuah entitas bangsa yang memiliki ragam agama dan budaya, tidak dapat diseragamkan oleh suatu ide yang memaksa. Dan terkait dalam hal ini adalah pornografi sebagai sebuah ide, yang ingin diseragamkan persepsinya. Tentu hal tersebut dapat mengganggu keutuhan bangsa dan negara. Kemungkinan lain dapat merusak kerukunan umat beragama, maupun hubungan antar suku bangsa.

Dengan keanekaragaman budaya tersebut, maka mengindikasikan pula keragaman persepsi diantara kita. Keragaman persepsi itu yang kemudian memicu isu pornografi berubah menjadi sebuah kontroversi yang kian hari mengemuka. Sehingga menuai polemik di kalangan masyarakat Indonesia. Yang ditengarai saat ini masih dalam tahap perkembangan untuk menjadi “dewasa”. Padahal sesungguhnya dengan kedewasaan itulah kita dapat saling menghargai dan menerima setiap perbedaan yang ada.


Kebhinekaan di dalam bangsa ini merupakan sebuah anugerah yang harus disyukuri dan dijaga. Untuk itu kita harus bersama-sama menyatukan visi demi kemajuan bangsa dan negara. Bukan dengan menyeragamkan persepsi terhadap sebuah diskursus yang tak jelas ukuran penafsirannya. Apalagi jika sampai mengakibatkan rusaknya keharmonisan bangsa lantaran pandangan yang berbeda. Yang pada akhirnya menuaikan duka lara dan menjadi hal yang sia-sia.

(sampahfly025/26/03/2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar