Jumat, 26 Maret 2010

Peran “agama” bukanlah dalam mengobral janji-janji surga belaka, melainkan juga merealisasikan kehidupan sejahtera dan bahagia yang mendunia

Ironi, itu yang ku rasa ketika melihat sebuah fenomena. Pada hari ini, yaitu Jumat tatkala umat Muhammad menunaikan kewajiban shalat berjamaat, ternyata masih banyak terlihat para “peminta” di area masjid maupun mushala. Seakan telah menjadi suatu kebiasaan bagi mereka terkonsentrasi dan beroperasi disana. Dengan menadahkan tangan berharap iba dari para jamaah yang akan menunaikan kewajibannya.

Fenomena itu tak hanya terjadi pada hari ini, namun telah rutin dan menjadi hal biasa. Berulang tiap minggunya ketika ibadah Jumat itu tiba. Seakan rutinitas itu tak kan berhenti walau untuk sementara. Karena mungkin telah menjadi sebuah metode pemenuhan kebutuhan hidup bagi mereka. Atau mungkin telah menjadi suatu profesi yang membudidaya.

Itu yang menjadi sebuah keironian tatkala harus rela melihat dinamika sosial yang ada. Menyaksikan fenomena tersebut yang justru terjadi dalam area “rumah Tuhan” di dunia. Yang semakin memiriskan hati dan menyesakkan dada karena meratapi sebuah realita. Apalagi jika dikorelasikan dalam konteks keislaman yang terkenal dengan syiarnya peduli terhadap sesama.***


Lantas dimana fungsi DKM (Dewan Kesejahteraan Masjid) itu berada? Mengingat sering kali kita menyaksikan sebuah potret kemiskinan justru berada tak jauh dari masjid dan mushala. Apakah mereka, para pengurus masjid, hanya sibuk mengurusi arsitektur rumah Tuhan saja? Dengan saling berkompetisi dalam “memegahkan” bangunan masjid yang tak lain demi keindahan semata.

Fenomena itu juga yang kini tengah menjamur dimana-mana. Secara tak langsung pun kita sibuk mementingkan keindahan masjid dan mushala. Padahal keindahan bangunan tersebut merupakan aspek lahiriah saja. Yang bersifat sementara dan tak berusia lama. Dan pasti akan kembali usang dan tak sedap dipandang pada suatu masa.

Dengan dalih memperindah tempat ibadah, ternyata telah membuat kita terlena. Sehingga membutakan mata terhadap kondisi sosial yang ada. Itu yang harusnya lebih dimaknai oleh kita bersama. Terutama bagi para ulama dan pemuka agama. Apalagi mereka sebagai representatif dari “nilai keteladanan” masa kini bagi para jamaahnya.

Keteladanan para ulama, khususnya mereka yang terjun langsung dalam sosial kemasyarakatan, haruslah menjadi fokus utama. Terlebih bagi mereka yang duduk dalam DKM seperti pembahasan sebelumnya. Mereka harus lebih peka serta tak lupa, bahwa fenomena yang ada merupakan tanggung jawab bersama. Yang harus dicarikan jalan keluarnya agar permasalahan tersebut tak berlarut-larut yang kemudian menjadi hal biasa. Sehingga peran “agama” tidak hanya dalam mengobral janji-janji surga belaka, melainkan juga merealisasikan kehidupan sejahtera dan bahagia yang mendunia.

(sampahfly024/26/03/2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar