Kita mungkin masih teringat akan terjadinya kontroversi beberapa hari lalu, kala pemerintah menambahkan fasilitas “mewah” kepada para penyelenggara negara. Yaitu pemberian fasilitas transportasi baru berupa mobil mewah. Pengadaan kendaraan mewah tersebut, yang ditaksir bernilai hingga milyaran rupiah, menuai polemik di kalangan rakyat biasa.
Banyak yang berpandangan bahwa pengeluaran anggaran belanja negara untuk memboyong kendaraan mewah tersebut dari negeri asalnya, tak mencerminkan kepekaan seorang pejabat kepada rakyatnya. Justru malah menunjukkan kearogansian mereka. Padahal jika membandingkan dengan “negeri asal” mobil tersebut, pejabat negara mereka malah tak menggunakannya. Mereka hanya menggunakan kendaraan dinas biasa. Dan ditinjau dari segi hargapun jauh dibawah mobil pejabat kita yang mewah.
Pandangan ketidakpekaan pejabat memang relevan jika dikorelasikan dengan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia saat ini. Masih banyak rakyat diberbagai daerah yang menunggu perubahan nasibnya. Janji mereka para pejabat yang sesungguhnya ditunggu “pelunasannya” oleh rakyat. Bukan sikap menghiraukan nasib rakyat yang telah mengangkat mereka.
Walau pengadaan mobil mewah kemarin menimbulkan kontroversi, namun toh tak lantas membuat para pejabat bergeming. Saat ini pun mereka masih tetap asik duduk menikmati lembutnya sofa mobil tersebut. Sementara rakyat saat ini masih berkutat pada problematika kehidupan yang ada. Terlebih beberapa hari kemarinpun kebutuhan pokok meningkat. Mau sampai kapan kita rakyat biasa melihat fenomena seperti ini?
Tampaknya kepekaan para pejabat menjadi suatu kelangkaan. Karena mereka hanya sibuk mengurusi diri. Terhanyut dalam pola gaya hidup yang mewah. Menjaga penampilan agar selalu terlihat elegan lantas menafikan kesederhanaan.
Pola hidup sederhana yang idealnya mereka miliki. Karena seorang pejabat yang mendapat amanat dari rakyat, harusnya tidak menjaga jarak. Dengan pola hidup mewah, mereka menjaga jarak dengan rakyat yang hidup sebaliknya. Seyogyanya pula mereka memberi contoh keteladanan bukan kemapanan.
Hanya segelintir dari mereka yang dapat memahami keadaan yang ada. Melihat di sekitarnya dengan kacamata yang berbeda. Meninjau berbagai aspek kehidupan dari sudut pandang rakyat biasa. Merasakan penderitaan dan mendengarkan keluhan kita. Jika hal demikian mereka lakukan, sungguh kesederhanaanlah yang akan ditunjukkan.
(sampah010/25/02/2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar