Selasa, 12 Maret 2013

Pendidikan yang Mencerahkan(5):



Kurikulum yang Diharapkan Membawa Angin Perubahan Terhadap Peningkatan Kualitas Pendidikan


Diskursus mengenai kurikulum 2013 masih terus berkelanjutan. Pro-kontra seputar hal tersebut seperti tak kunjung usai, bahkan selalu membuka baru sebuah lembaran. Seperti contoh kasus di tulisan sebelumnya yang telah dipaparkan. Sebuah dikotomis antara penentu dengan pemerhati kebijakan. Keduanya sama-sama mengangkat masalah kurikulum yang sama namun dengan berbeda pandangan.

Problematika akut kualitas pendidikan

Idealnya, diskursus kurikulum 2013 ini dipandang sebagai sebuah percobaan. Problematika yang selama ini melatari keberadaannya, memang tak terlepas dari gonta-gantinya kebijakan. Sehingga ditengarai secara tak langsung memberi dampak negatif terhadap rendahnya kualitas pendidikan.


(kegiatan belajar-mengajar di saungelmu mengikuti kurikulum yang diberlakukan namun telah dikondisikan dengan keadaan)


Untuk menangani problematika akut yang terjadi pada dunia pendidikan, memang perlu dirumuskan sebuah terobosan. Mungkin saja dengan kurikulum 2013 ini terjadi sebuah perubahan ke arah yang lebih baik agar terjadi sebuah peningkatan. Sehingga kualitas pendidikan, yang diukur dari kualitas sumber daya manusia Indonesia, dapat bersaing di kancah dunia internasional di masa depan.

Kurikulum 2013 diharapkan memberi angin perubahan

Keunggulan, yang diklaim oleh para pemangku kebijakan, dari kurikulum 2013 ini adalah dikedepankannya tingkat kereativitasan.[1] Karena dengan hal tersebut diharapkan, tingkat satuan pendidikan menciptakan siswa atau sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain di masa depan.

Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan atau sumber daya manusia di Indonesia ini telah menjadi isu yang harus diutamakan. Terlebih jika berkaca dari apa yang telah dihasilkan pada saat ini oleh dunia pendidikan. Berdasarkan hasil kajian Programme for International Student Assessment (PISA),[2] ternyata kualitas siswa Indonesia masih dibawah negara-negara lain yang disebabkan oleh bedanya proses pembelajaran.

Oleh karena itu dibutuhkannya sebuah langkah “progresif” untuk mendekonstruksi proses pembelajaran yang selama ini telah dijalankan. Seperti menurut seorang Staf Khusus Mendikbud Bidang Komunikasi Media,[3] inti dari kurikulum 2013 yang bersifat tematik-integratif dan adanya upaya penyederhanan. Penyederhanan yang dimaksud adalah dalam jumlah mata pelajaran yang diajarkan pada setiap tingkat satuan pendidikan.

Peran serta masyarakat dapat membantu peningkatan kualitas pendidikan

Memang isu mengenai peningkatan kualitas pendidikan menjadi prioritas utama untuk dijalankan. Pemberlakuan kurikulum 2013 yang telah menjadi sebuah diskursus, mau tidak mau mesti diimplementasikan. Namun terlepas dari pemberlakuan kurikulum tersebut, ada hal yang tak kalah utamanya untuk dilakukan yaitu peran serta masyarakat untuk bersama membantu meningkatkan kualitas pendidikan.

Peran serta tersebut dapat dilakukan oleh siapapun tanpa pengecualian. Sekalipun masyarakat tersebut bukanlah berlatar-belakang pendidikan. Namun jauh lebih penting dari itu adalah rasa kepedulian. Seperti misalkan dengan membuka tempat atau fasilitas belajar kepada orang lain yang belum tersentuh atau tak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan. Karena dengan cara meningkatkan rasa peduli terhadap sesama tersebut diharapkan pula kualitas pendidikan di tanah air akan mengalami peningkatan. Dengan begitu masyarakat Indonesia akan semakin tercerahkan.(fly)


Lihat juga:

http://sampahfly.wordpress.com/2013/02/22/pendidikan-yang-mencerahkan4/

[1] http://sampahfly.wordpress.com/2013/02/22/pendidikan-yang-mencerahkan4/
[2] http://nasional.sindonews.com/read/2013/02/22/18/720547/kurikulum-2013-modal-anak-bangsa-untuk-bersaing
[3] http://nasional.sindonews.com/read/2013/02/22/18/720547/kurikulum-2013-modal-anak-bangsa-untuk-bersaing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar