Sabtu, 21 Agustus 2010

Hal kecil yang tak mudah dilihat oleh mata inderawi, kecuali oleh mata hati

Klarifikasi terhadap stigmatisasi

Tahun 2006, setelah bergulirnya masa reformasi, ternyata angin perubahan yang diidamkan tak jua dinikmati. Pada tahun itu, tidak berbeda jauh kondisinya dengan saat ini, masalah pendidikan telah menuai kontroversi. Selain masalah mahalnya biaya untuk mengeyam pendidikan, pada tahun itu pula telah diberlakukannya standarisasi. Yaitu standarisasi dalam menentukan kelulusan insan akademisi. Walau standarisasi kelulusan pada tiap tahunnya menuai polemik, namun toh tetap diimplementasi.

Akibat dari pemberlakuan standarisasi kelulusan yang pada tiap tahunnya ditingkatkan dalam segi nilai. Maka berbagai carapun ditempuh oleh para insan akademisi, termasuk orang tua, siswa, maupun guru yang di sertfikasi. Dengan tujuan yang satu, yaitu standar kelulusan yang terpenuhi.

Contoh nyata dari hal kecil yang tak mudah dilihat oleh mata inderawi, kecuali oleh mata hati

Berangkat dari keprihatinan, sekelompok pemuda yang tergabung dalam Komunitas Studi Pemuda (KSP) termasuk didalamnya seorang bernama Rafli, melakukan sebuah aksi. Yaitu dengan membuka lahan untuk mediasi. Tempat yang diperuntukan bagi mereka insan akademisi yang mencintai edukasi. Tempat dimana bagi siapapun tanpa terkecuali dapat mengakses buku dengan mudah dan tak terbatasi.

Pembukaan lahan tersebut dengan tujuan edukasi didasari dari kepekaan hati. Dengan menilai bahwa edukasi adalah hal yang sangat berarti. Karena orang akan lebih dihargai dengan ilmu yang dimiliki.

Pembukaan lahan tersebut awalnya berjalan dengan selayaknya, bagai seorang manusia yang masih bayi. Namun berbanding terbalik dengan yang dialami oleh seorang manusia; lahir, tumbuh besar, tua dan mati. Ternyata usia lahan edukasi tersebut tak dapat menyelaraskan, diakibatkan oleh faktor materi. Pembiayaan untuk membuka lahan tersebut berasal swadaya dari rasa peduli.

Dan kini lahan edukasi tersebut tinggallah sebatas kenangan dalam memori. Namun spirit bahkan buku sebagai bahan edukasi, yang dimiliki oleh para pemuda tersebut masih dimiliki dan bersemayam dalam diri. Jika nanti di kemudian hari semua telah terpenuhi, maka lahan edukasi tersebut akan dibangkitkan kembali.(Fly)

1 komentar:

  1. alhamdulillah... hari ini (15 Maret 2012) mimpi berbagi kembali terwujud dengan spirit yang tak akan mati.

    BalasHapus