Rabu, 07 April 2010

Memaknai kekudusan dalam tragedi penyaliban

Kisah seorang pembawa pesan kedamaian yang begitu dramatik, tatkala dia harus menebus kesalahan umat manusia dengan mengorbankan dirinya di tiang penyalib an, sungguh mengandung nilai kesucian. Terutama bagi para pengikutnya, ketika masa itu di Tanah Kanaan hingga sekarang maupun akhir zaman. Tokoh yang disalib itu adalah Isa putra Maryam, sang juru selamat kehidupan.

Menapak tilasi keadaan sosio-kultural pra-penyaliban

Berbagai makna sesungguhnya terkandung dalam tragedi penyaliban. Bagaimana seorang Isa putra Maryam rela mengorbankan nyawanya demi suatu agenda penyelamatan. Yaitu secara umum dengan menyelamatkan umat manusia keseluruhan. Namun lebih spesifik dalam konteks masa terjadinya penyaliban itu, adalah menyelamatkan nyawa bangsa Yahudi dan umatnya dari tindak kekejaman. Kekejaman yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi yang tiran dalam pendudukan Kota Yerusalem dan Tanah Kanaan.

Pendudukan tersebut dikarenakan Yerusalem kala itu telah menjadi lahan perebutan kekuasaan. Lantaran lokasinya yang strategis dalam jalur perdagangan. Sehingga pendudukan atas Yerusalem menjadi suatu kemutlakan. Dengan demikian, maka segala bentuk ajaran yang disinyalir dapat mengganggu hegemoni Kekaisaran Romawi di Tanah Kanaan harus ditekan. Bahkan kalau bias diberanguskan, agar tak tersisa ajaran sempalan yang nantinya dapat membahayakan.

Atas dasar demikian, maka pemerintah yang berkuasa kala itu menindak Isa putra Maryam dengan ajarannya mengenai kedamaian serta kebijakan. Karena ditengarai oleh mereka dapat menumbuhkan benih-benih patriotisme di kalangan para militant. Sehingga dapat memicu meletusnya api pemberontakan. Kekhawatiran mereka cukup beralasan. Karena ajaran yang dibawanya lambat laun memperoleh banyak dukungan dari para simpatisan. Terutama di kalangan Bangsa Yahudi yang merupakan satu keturunan.

Ditambah lagi dalam keyakinan mereka (bangsa Yahudi) terdapat kepercayaan akan datangnya “sang juru selamat” yang membawa mereka keluar dari penindasan. Dan juga membawa mereka pada suatu kemerdekaan. Apalagi Isa putra Maryam digadang-gadang oleh mereka sebagai prototipe raja yang ideal dalam menciptakan kemaslahatan. Yang kelak akan menjadi raja yang bijaksana dari segi kepemimpinan.

Alasan mengorbankan sang juru selamat keatas bukit penyaliban

Kekhawatiran yang berlebihan tersebut yang pada akhirnya menjadi kebijakan yang diambil oleh Pilatus, penguasa Yerusalem kala itu, untuk mengambil suatu tindakan. Yaitu dengan menangkap Isa putra Maryam dan menjebloskannya ke dalam tahanan. Dengan begitu menurutnya, benih-benih pemberontakan dapat diminimalisir dan memberi shock terapy bagi rakyat kebanyakan.

Namun kekhawatirannya tak lantas hilang begitu saja, lantaran dia tak dapat memenjarakan Isa putra Maryam tanpa suatu alasan. Alih-alih untuk memberi suatu penjelasan. Maka cara lain pun harus ditempuh agar legitimasi penangkapannya menjadi jelas yaitu dengan dikenai pasal penistaan terhadap ajaran. Sehingga pengadilan terhadapnya pun harus diserahkan kepada mereka (bangsa Yahudi) sendiri yang memeluk suatu ajaran kepercayaan. Dengan begitu, Pilatus atas nama kekaisaran lepas tangan. Dan menyerahkan proses hukumnya kepada rakyat kebanyakan.

Dengan mempertimbangkan konstelasi politik yang ketika itu tengah memanas karena adanya benih pemberontakan. Dan juga menimbang akan utamanya kemaslahatan. Maka mereka (bangsa Yahudi) mengambil suatu keputusan dengan mengadili Isa putra Maryam melalui proses penyaliban. Agar stabilitas politik dan kemasyarakatan kambali terkendali dan aman.

Dengan pertimbangan demikian, maka secara lansung mereka memiliki andil dalam menormalisasi keadaan. Sehingga konstelasi politik yang sebelumnya sempat memanas dapat kembali didinginkan. Dan ketakutan akan meletusnya pemberontakan yang mengakibatkan pertumpahan darah dapat terelakkan.

Maka proses penyaliban terhadap Isa putra Maryam pun segera dilaksanakan. Dengan terlebih dahulu dilakukan eksekusi terhadapnya berupa cambukan. Baik cambukan yang dilakukan di halaman istana kekaisaran. Maupun cambukan ketika Isa putra Maryam melakukan perjalanan dari ruang tahanan hingga sesampainya di bukit penyaliban.

Makna tragedi penyaliban bagi umat manusia keseluruhan

Perlakuan kekerasan berupa cambukan yang menimpa Isa putra Maryam tak menyurutkannya dalam menyikapi suatu keyakinan. Keyakinan terhadap ajaran kedamaian yang dirisalahkan kepadanya melalui kasih Tuhan. Baginya, cambukan bertubi-tubi yang dihujamkan oleh para algojo istana kepadanya, hanyalah segelintir perih di dunia dan tak sebanding dengan kenikmatan yang dijanjikan Tuhan di akhir zaman. Karena baginya pula, dunia ini hanyalah seponggah derita dan menilai harta tidak sebagai suatu kekayaan. Kekayaan di dunia baginya justru adalah kedamaian dan kemerdekaan.

Oleh karena itu, diutuslah dia ke dunia oleh Tuhan melalui rahim sang perawan. Dengan tujuan membawa pesan damai dan menjunjung tinggi kasih Tuhan. Melalui rahim (ar-rahim, bahasa Arab yang berarti kasih/pengasih) seorang perawan yang terjaga kesuciannya, Tuhan meniupkan roh kudus untuk membuktikan kekuasaan. Sehingga kelahiran Isa putra Maryam tersebut menyiratkan pula pesan kekuasaan dan kesucian Tuhan.

Hingga menjelang proses penyalibannya tersebut, Tuhan pun masih menunjukkan kesucian dan kekuasaan. Dengan menunjukkan keteguhan hati seorang Isa putra Maryam dalam memandang suatu kebenaran. Rasa sakit yang dideritanya akibat cambukan tak menjadi sebuah hambatan. Melainkan menjadi suatu kenikmatan dan kebahagian. Kebahagiaan itu yang dirasanya, walau tidak demikian penilaian orang kebanyakan. Karena dia telah melampaui batas manusia biasa dalam aspek mencintai Tuhan.

Jangankan Isa putra Maryam, seorang istimewa yang tengah merasakan cinta terhadap Tuhan yang berlebihan. Manusia biasa saja dapat merasa mabuk kepayang ketika merasakan jatuh cinta dengan sesama insan. Bahkan dapat membawanya pula larut dalam suatu kebahagiaan yang berlebihan. Namun menurut orang lain yang tidak merasakan deikian akan menganggapnya sebagai suatu kegilaan. Hal tersebut yang terjadi dalam kasus Isa putra Maryam yang tengan mengalami kegilaan sehingga menafikan segala rasa sakit akibat cambukan maupun penyaliban.

Karena kegilaannya dalam mencintai Tuhan. Maka dengan kasih-Nya, Tuhan pun lantas mengangkatnya ke dalam surga keabadian. Disana dia akan menemukan kedamaian abadi yang semasa hidupnya diperjuangkan. Hal tersebut merupakan bentuk dari ganjaran dan penghargaan terhadapnya dalam hal pengabdian. Dan kelak kasih Tuhan pun selalu memberkati umat manusia yang beriman.

(sampafly028/05/04/2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar