Senin, 21 Juni 2010

Tiga tradisi, dua religi, satu illahi

“Tiga hati, dua dunia, satu cinta”, sebuah judul film yang akan dirilis bulan depan ini tampaknya menarik untuk diikuti. Hal tersebut tak lain karena pesan yang dibawa dalam film tersebut sesuai dengan konteks keindonesiaan yang multikultural, seperti religi dan tradisi. Di tambah lagi dengan adanya dinamika dalam kemultikulturan yang sering dijumpai.

Penggambaran kemultikulturan dalam film tersebut menunjukkan kelebihan yang dimiliki. Karena pasti akan mengangkat beragam konflik yang terjadi. Konflik tersebut tentu tak terjadi dengan sendiri. Akibat adanya kemultikulturan, misalnya dalam tradisi pasti akan menyebabkan terjadinya kesalahpahaman karena minimnya sikap saling mengerti.

Seperti yang digambarkan dalam film tersebut, dimana dua tradisi yang berbeda “bersinggungan” antara gadis keturunan Chinesse dengan pemuda Betawi asli. Namun persinggungan antara keduannya tak begitu saja menyebabkan asimilasi. Justru menyebabkan terjadinya pertentangan akibat kepatuhan pada patron tradisi yang dimiliki.

Pertentangan tersebut bukan semata karena faktor tradisi. Tetapi juga karena unsur lain yang memiliki dominasi, yaitu religi. Bila diamati, pelaksana tradisi Tionghoa erat ber”koalisi” dengan religi nasrani. Sedangkan bagi pemegang adat Betawi justru ber”oposisi” dan lebih memilih menggiati prilaku-prilaku islami.

Perbedaan itu yang mencuatkan pertentangan diantara keduanya sehingga sulit untuk berdifusi. Padahal jika mau meruntut lebih jauh, perbedaan tradisi maupun religi tersebut hanyalah sebatas ranah materi. Tradisi merupakan bentuk implementasi. Demikian pula dengan religi yang merupakan bagian dari aplikasi. Sedangkan yang esensi ada dalam imateri, seperti hati ataupun illlahi.

Hal itulah yang ingin disampaikan melalui film ini. Konflik yang digambarkan pun merupakan sebuah refleksi dari kehidupan yang nisbi. Namun konflik tersebut tak mungkin dapat dipungkiri, justru harus dijalani sebagai cobaan untuk menyatukan hati. Dan “satu cinta” itulah yang sesungguhnya hakiki, terlepas dari perbedaan tradisi maupun religi.

(sampahfly041/21/06/2010)

2 komentar: